Peran Bank Indonesia dalam Mendorong Penggunaan Uang Elektronik di Indonesia
Peran Bank Indonesia dalam Mendorong Penggunaan
Uang Elektronik (E-Money) di
Indonesia
Menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk
menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu
didukung oleh infrastruktur yang handal (robust).
Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi
kebijakan moneter yang bersifat time
critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah
stabilitas nilai tukar.
Gambar 4.2
Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia
Sistem
Pembayaran di Indonesia terbagi atas sistem pembayaran yang bernilai tinggi dan
sistem pembayaran yang bernilai eceran (dikategorikan rendah)
Sistem
Pembayaran yang bernilai tinggi hanya dapat diselenggarakan oleh Bank
Indonesia. Alat pembayaran tersebut terbagi atas 2 yaitu RTGS (Real Time Gross Settlement System) dan
SSSS (Scriptless Securities Settlement
System).
Selanjutnya
Sistem Pembayaran berdasarkan nilai eceran (dikategorikan rendah),
diselenggarakan oleh Bank Indonesia yaitu SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia). Selanjutnya diselenggarakan industri yaitu PTD (Penyelenggara
Transfer Dana), APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) dimana APMK terbagi
lagi atas Kartu ATM/Debet dan kartu Kredit.
Dan Alat pembayaran yang diselenggarakan oleh industri lainnya yaitu
Uang Elektronik.
Dalam
wawancara yang dilakukan bersama Pegawai Bank Indonesia (Fika Habina) beliau
menjelaskan ‘Peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran ada lima’ yaitu:
1. Sebagai
pembuat regulasi
2. Sebagai
lembaga yang memberikan perizinan
3. Sebagai
pengawasan
4. Sebagai
operasinal
5. Sebagai
fasilitator[1]
Peran
Bank Indonesia dalam mendorong penggunaan uang elektronik (e-money) di Indonesia
yakni:
1. Bank
Indonesia Sebagai pembuat regulasi/ Peraturan.
Dalam
mendorong penggunaan uang elektronik di Indonesia, Bank Indonesia telah
mengeluarkan beberapa peraturan yang menjadi acuan bagi pelaksana, maupun
pendukung sistem pembayaran khususnya uang elektronik. Adapun regulasi atau
peraturan yang telah dikeluarkan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Peraturan
Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Elektronik Money).
b. Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan
Uang Elektronik (Elektronik Money).
2. Bank Indonesia sebagai lembaga yang memberikan
perizinan.
Kebijakan terhadap izin yang
diberikan Bank Indonesia ialah:
1. Pencabutan izin
2. Mempersingkat
masa berlakunya izin dan/atau
3. Membatasi kegiatan penyelengaraan uang Elektronik
Izin yang diberikan
oleh Bank Indonesia kepada penyelegara uang elektronik (Prinsipal, Penerbit, Acquarer, penyelenggara Kliring,
dan/atau Penyelenggara Akhir) memiliki masa berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang lebih dari satu kali[2].
Terhadap penyelenggara yang telah memperoleh izin dan permohonan izin yang
diajukan sebelum berakunya SEBI No 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal
penyelenggaraan uang elektronik ini, berlaku ketentuan peralihan sebagai
berikut:
a. Bank
atau Lembaga Non Bank yang telah memperoleh izin dan permohonan izin
sebagaimana penyelenggara sebelum berlakunya SEBI ini, harus menyelesaikan
persyaratan dokumen dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh)
hari kalender sejak berlakunya SEBI ini; dan
b. Bank
atau Lembaga Non Bank yang sedang dalam proses perizinan sebagai penyelenggara,
harus melengkapi persyaratan dokumen dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh)
hari kalender sejak berlakunya SEBI ini.
3. Bank Indonesia sebagai pengawasan
sistem pembayaran
Bank Indonesia
memiliki tugas sebagai pengawasan dalam sistem pembayaran, sebagai mana yang
kita ketahui pengawasan atas perbankan telah di gantikan oleh Otoritas Jasa
Keuangan sejak 31 desember 2013. Berdasarkan wawancara bersama pegawai Bank
Indonesia Fika Habina beliau memaparkan ‘bahwa pengawasan yang dilakukan OJK
berupa pengawasan yang berkaitan dengan tingkat permodalan suatu bank, dilihat
dari likuiditas dan profitabilitasnya. Sedangkan dalam hal sistem pembayaran, pengawasan
tetap dilakukan oleh Bank Indonesia[3].
Dalam hal
pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan dalam hal infrasturuktur. Bank
Indonesia saat ini terus menggenjot perbankan dan lembaga non Bank untuk terus
melakukan perbaikan dan inovasi guna mendorong pengunaan uang elektronik yang
handal dan nyaman. Bank Indonesia juga berupaya menggenjot penerbit untuk
bekerjasama melakukan penyebaran akses keseluruh wilayah di Indonesia.
4. Bank
Indonesia sebagai Penyelenggara Operasional
Uang
Elektronik merupakan alat pembayaran yang bernilai kecil, sehingga dalam penyelenggaraannya dilakukan oleh perbankan
dan lembaga keuangan non bank yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia
dan dalam pengawasan dari Bank Indonesia. Dalam mendorong kelancaran sistem
pembayaran non tunai, Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar
diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi,
sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di
Indonesia. Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional
bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent)
seperti transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), transaksi di bursa saham,
transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada
tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari.
Sedangkan transaksi non tunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK)
dan uang elektronik masing-masing nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per
hari yang dilakukan bank atau LSB. Melihat pentingnya peran BI-RTGS
dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu harus dijaga kontinuitas
dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini macet atau mengalami
gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan
di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial
dari macetnya sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga
stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important Payment
System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran
bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent)
sehingga Bank Indonesia sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola
risiko, desain, kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam
SIPS[4].
5. Bank
Indonesia sebagai fasilitator
Bank Indonesia
sebagai Fasilitator mendorong industri untuk meningkatkan efisiensi, keamanan
dan perlindungan konsumen. Bank Indonesia sebagai fasilitator selalu melakukan
sosialisasi kepada penerbit untuk selalu memberikan inovasi baru dan kenyamanan
bagi nasabahnya. Bank Indonesia juga membuka pengaduan masyarakat bilamana
pengaduan nasabah tidak ditanggapi oleh penerbit dengan baik. Pengaduan
tersebut akan diproses oleh Bank Indonesia. Dan Bank Indonesia juga akan
melakukan teguran kepada penerbit yang tidak melayani komplain nasabahnya
dengan sebaik-baiknya.
Sumber:
Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) mengandalkan program Gerakan
Nasional Non-Tunai (GNNT) untuk menggenjot pertumbuhan uang elektronik.
Pertumbuhan transaksi elektronik domestik saat ini belum diikuti penggunaan
uang elektronik. Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
BI, mengatakan, penggunaan uang elektronik terhadap transaksi non tunai hingga
tahun 2015 baru mencapai 1%[5].
Penggunaan uang elektronik baru sekitar 1% dari total transaksi non tunai.
Terbanyak itu masih didominasi oleh kartu debet, kemudian kartu kredit. Namun
demikian Bank Indonesia akan terus melakukan kegiatan-kegiatan yang mendorong
masyarakat Indonesia meggunakan uang elektronik dalam transaksi sehari-harinya.
[1] Fika Habina, Divisi Sistem Pembayaran Unit Non tunai, wawancara
pribadi, medan, 31 maret 2016
[2] Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 16/11/DKSP tanggal 22 Juli
2014 perihal penyelenggaraan uang elektronik (Elektronic Money)
[3] Fika Habina, Divisi Sistem Pembayaran Unit Non tunai, wawancara
pribadi, medan, 31 maret 2016
[4] www.bi.go.id
Komentar
Posting Komentar