Sinopsis Film Inside Job
Film yang memenangkan Oscar tahun
2011 melalui kategori Best Documentary Feature ini menceritakan secara gamblang
mengenai bencana krisis finansial yang dialami Amerika Serikat tahun 2008
silam. Film
Charles Ferguson ‘Inside Job’ melibatkan pihak pihak yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di dalam
perekonomian Amerika pada saat itu, pihak-pihak yang dilibatkan dalam film
documenter ini ialah investor, politisi, pekerja sex
komersial, wartawan, dan akademisi. Misalnya, ahli ekonomi Harvard University,
dan mantan kepala Dewan Penasehat Ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Ronald
Reagan, Martin Feldstein, adalah seorang direktur perusahaan asuransi AIG dan
mantan anggota dewan dari bank investasi JP Morgan & Co. Para profesor
terkemuka dan anggota fakultas terkemuka dari bidang ekonomi dan kalangan
sekolah bisnis, konsultan, atau penceramah. Sebagai contoh, dekan Columbia
Business School saat ini, Glenn Hubbard dan Penasehat Ekonomi pada masa George
W. Bush serta Ketua Jurusan ekonomi Harvard saat ini, John Y.
Film ini terbagi menjadi 5 rangkaian
cerita, Bagian pertama dari film ini, yang bertajuk How We Got Here,
menceritakan tentang penyebab krisis yang telah membuat lima belas juta orang
di seluruh dunia tenggelam di bawah garis kemiskinan. Pada awalnya, setelah
Great Depression, lembaga-lembaga keuangan di AS diatur secara ketat oleh
peraturan pemerintah dan bank-bank tidak diperbolehkan untuk melakukan
investasi yang berisiko atas uang para deposannya. Namun, pada tahun 1980-an,
lembaga-lembaga keuangan dilepas ke publik dan Presiden Ronald Reagan memulai
era deregulasi keuangan yang kini telah berjalan sekitar 30 tahun. Deregulasi
itu membuat lembaga-lembaga keuangan memiliki hak untuk memasukkan uang para
deposannya ke dalam investasi yang lebih beresiko. Wall Street pun tumbuh
semakin besar dan kuat dengan jumlah investasi yang kian meningkat pula.
Pada tahun 2001, kembali muncul
terobosan yang lebih powerfull dan menguntungkan dalam pasar keuangan, biasa
disebut dengan collateralized debt obligation (CDO). CDO merupakan instrumen
derivatif gabungan dari kredit perumahan (mortgages), corporate buy-out debt,
car loans, student loans, dan juga credit card debts yang dijual oleh bank
kepada para investor di seluruh dunia. Dengan sistem ini, bank tidak lagi
mengkhawatirkan apakah mortgages yang disalurkan ke masyarakat akan dilunasi
atau tidak karena bank telah mendapat uang dari investor sebagai hasil
penjualan CDO. Mortgages pun akhirnya banyak diberikan pada orang-orang yang
tidak sanggup melunasinya.
Sebagian besar instrumen CDO
mendapat peringkat AAA, yaitu peringkat investasi teraman yang setara dengan
obligasi pemerintah AS. Namun, hal itu hanya semu belaka karena sistem ini
menyimpan resiko bagaikan sebuah bom waktu yang aktif. Lagi-lagi, tidak ada
regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur instrumen ini, dan
dampaknya adalah kredit mortgages meningkat sebesar empat kali lipat dalam
periode 2002-2006.
Bagian kedua film ini, The Bubble,
mengisahkan lebih jauh ketika terjadi periode penggelembungan ekonomi yang
terjadi sebelum krisis. Banyaknya kredit perumahan yang disalurkan berdampak
pada peningkatan permintaan akan rumah dan pada akhirnya meningkatkan harga
rumah itu sendiri secara drastis. Pada tahun 2007, harga perumahan di AS
meningkat ekstrim, yaitu sebesar 194%. Yang mendapat dampak manis dari fenomena
ini adalah bank-bank di AS yang mengalami peningkatan pendapatan secara
signifikan. CEO Lehman Brothers, Richard Fuld, mendapat bonus 485 juta US dolar
karena berhasil membawa banknya menjadi top underwiter of subprime lending.
Para trader di Wall Street pun tak ketinggalan untuk membawa bonus yang tak
kalah besar.
Pada tahun 2006, sebesar 40%
keuntungan di pasar modal berasal dari sektor keuangan. Namun, Martin Wolf,
Chief Economics Comentator The Financial Times, mengatakan bahwa keuntungan itu
bukanlah keuntungan yang nyata. Keuntungan itu hanyalah sejumlah uang
yang terbentuk dari sebuah sistem dan dilabeli sebagai ‘keuntungan.’
Bukannya merumuskan regulasi untuk
mencegah dampak sistemik dari kegagalan sistem ini, Security and Exchange
Commission (SEC) justru membuat peraturan lain yang lebih kontroversial. SEC
menaikkan rasio leverage bank dari 3:1 menjadi 33:1 yang memungkinkan bank
untuk mengumpulkan lebih banyak uang lagi dari pinjaman.
Terobosan dalam pasar keuangan yang
bagaikan bom waktu ini ternyata tak berhenti sampai disini. AIG, perusahaan
asuransi terbesar di AS memunculkan instrumen derivatif baru, yang dinamakan
credit default swaps. Bagi para investor yang memiliki CDO, credit default
swaps ini berfungsi sebagai asuransi yang akan menutupi kerugian mereka ketika
CDO mengalami gagal bayar. Namun, para spekulator yang tidak secara nyata
memiliki CDO juga diperbolehkan untuk membeli instrumen derivatif ini. Sistem
ini menyebabkan semua pihak dapat mengasuransikan sebuah aset yang sebenarnya
sama. Akibatnya adalah ketika aset itu (CDO) mengalami gagal bayar, maka
kerugian yang harus ditutupi AIG pun meningkat berkali-kali lipat. AIG pun
tidak menyisihkan uang sebagai tindakan preventif atas hal terjadinya ini dan
malah meningkatkan bonus untuk para karyawannya dari hasil penjualan credit
default swaps sebesar 500 miliar US dolar. Dan tentu saja, yang mendapat bonus
paling besar yaitu senilai 315 juta US dolar adalah Head of AIG Financial
Products, Joseph Cassano.
Beberapa pakar ekonomi sebenarnya
tidak tinggal diam dengan keadaan ini. Mereka mewujudkan keresahan mereka dalam
bentuk paper yang mempertanyakan resiko dari instrumen-instrumen investasi yang
telah disebutkan di atas. Salah satunya adalah Raghuram G. Rajan, Chief
Economist of the IMF, yang mempublikasikan paper berjudul “Has Financial
Development Making the World Riskier?” di Annual Jackson Hole Symposium, salah
satu konferensi paling elit antar banker sedunia. Pada tahun 2007, Alan Sloan
juga mempublikasikan artikel mengenai Goldman Sachs yang menjual CDO yang
terdiri dari mortgages yang sepertiganya mengalami gagal bayar.
Goldman Sachs kemudian
mengasuransikan CDO-nya dengan credit default swaps dari AIG. Dan ketika tersiar
kabar bahwa AIG akan mengalami kebangkrutan, Goldman Sachs kembali
mengasuransikan dirinya atas kebangkrutan AIG tersebut sehingga ia tetap
mendapat keuntungan. Pada April 2010, para eksekutif Goldman Sachs dipaksa
untuk memberikan keterangan di depan kongres mengenai kesengajaan mereka untuk
menjual instrumen derivatif yang mereka sebut ‘sampah’ kepada publik.
Namun, ternyata bukan mereka sendiri
yang menjual ‘sampah’ kepada publik. Morgan Stanley, Merryll Lynch, J.P.
Morgan, dan Lehman Brothers juga meraup keuntungan yang sangat besar atas
transaksi-transaksi penjualan ‘sampah’ yang memiliki peringkat investasi AAA.
Hal ini juga menjadi simbol kebobrokan lembaga pemeringkat investasi di AS. Di
bawah imbalan yang sangat besar, mereka dengan mudahnya memberikan peringkat
‘aman’ pada investasi-investasi yang sebenarnya sama sekali ‘tidak aman.’
Ketika ditanyai kongres mengenai hal ini, mereka dengan mudah menjawab bahwa
peringkat yang mereka berikan hanyalah sebatas opini yang mungkin saja bisa
salah.
The Crisis, bagian ketiga dari film
ini, mengisahkan tentang krisis yang pada awalnya disangkal oleh pemerintah AS
namun akhirnya benar-benar terjadi pada tahun 2008. Pemerintah AS mengabaikan
peringatan yang telah berkali-kali diberikan oleh IMF dan beberapa pakar
ekonomi melalui tulisan-tulisannya. Pada 2008, banyak kredit mortgages pada
akhirnya benar-benar mengalami default dan lenders tidak bisa lagi menjual
kredit tersebut kepada bank. Pasar CDO pun kolaps meninggalkan para bank dengan
pinjaman sebesar ratusan miliar US dolar, CDO, dan real estate yang tidak lagi
dapat mereka jual.
Dua bank terbesar AS,
Lehman-Brothers dan Merryll Linch, serta salah satu perusahaan penyedia
asuransi terbersar, AIG, runtuh pada bulan September 2008 menyebabkan kejatuhan
nilai saham pada titik yang sangat rendah dan dampak yang sangat sistematis
pada seluruh pasar keuangan. Ironisnya, beberapa hari sebelum kolapsnya ketiga
lembaga keuangan tersebut, mereka masih mendapat rating yang tinggi, yaitu AAA
dan AA. Tidak ada pihak yang mau disalahkan atas peristiwa ini. Para pelaku
pasar menyalahkan pemerintah yang tidak memiliki regulasi kuat mengenai
instrumen-instrumen keuangan. Pemerintah sendiri mengaku bahwa mereka tidak
bisa memprediksi bahwa krisis ini akan terjadi. Frederic Mishkin, Governor of
the Federal Reserve pada saat itu, malah mengundurkan diri dan menyatakan
dirinya akan kembali ke kampus untuk menyelesaikan revisi bukunya.
Sesaat setelah kejatuhannya, AIG
diambil alih oleh pemerintah dan The Fed meminta kongres untuk mengucurkan dana
sebesar 700 miliar US dolar dalam rangka bail out kedua bank tersebut. Tingkat
pengangguran di AS dan Eropa meningkat 10% seketika dan dampak ini segera
meluas secara global. Sepuluh juta pekerja migran di China turut kehilangan
pekerjaannya. Para penduduk AS pun banyak yang kehilangan rumahnya dan terpaksa
tinggal di pemukiman yang terdiri dari tenda-tenda.
Bagian keempat dari film ini,
Accountability, pada akhirnya membahas mengenai pihak-pihak yang menerima
keuntungan atas kolapsnya pasar keuangan AS. Para CEO dan eksekutif bank-bank
yang bangkrut tersebut tetap mendapat bonus senilai ratusan juta US dolar dan
tidak satupun dikenai sanksi yang berat. Beberapa diantaranya justru kembali
ditunjuk oleh presiden Obama untuk memainkan peran penting dalam perekonomian
AS.
Bagian penutup, Where Are We Now,
menyatakan bahwa krisis ini telah mengakibatkan generasi AS sekarang akan
memiliki tingkat pendidikan dan kemapanan yang lebih rendah daripada orang
tuanya. Fenomena ini adalah yang pertama kalinya terjadi di AS. Namun,
menanggapi dampak yang begitu dramatis, pemerintahan Obama belum menunjukkan
gelagat-gelagat akan adanya reformasi keuangan yang serius.
Film
ini menunjukkan betapa para eksekutif begitu rakusnya memperkaya diri mereka
sendiri. Pesawat pribadi, penthouse di lokasi elit, dan wanita simpanan dari
tempat prostitusi kelas tinggi pun tak sanggup memuaskan nafsu mereka. Para
eksekutif ini terus melakukan tindakan yang merugikan dengan menjual instrumen
keuangan yang beresiko tinggi kepada publik. Mereka tidak peduli pada nasib
masyarakat yang harus membiayai kerugian negara dengan uang pajak selama mereka
masih bisa meraup bonus bernilai ratusan juta US dolar. Semakin besar kerugian
yang mereka timbulkan pada society, maka semakin besar pulalah keuntungan yang
dapat mereka ambil, dan mereka tidak akan pernah berhenti melakukannya.
Pembahasan
Adapun
nilai-nilai yang disampaikan dalam Film ini adalah:
1. Tanggung Jawab
Film dokumenter ini memaparkan siapa
saja orang-orang yang terlibat di dalamnya dan apa tanggung jawab yang mereka
seharusnya mereka lakukan dan apa dampak dari perbuatan mereka. The Crisis,
bagian ketiga dari film ini, mengisahkan tentang krisis yang pada awalnya
disangkal oleh pemerintah AS namun akhirnya benar-benar terjadi pada tahun
2008. Pemerintah AS mengabaikan peringatan yang telah berkali-kali diberikan
oleh IMF dan beberapa pakar ekonomi melalui tulisan-tulisannya. Pada 2008,
banyak kredit mortgages pada akhirnya benar-benar mengalami default dan lenders
tidak bisa lagi menjual kredit tersebut kepada bank. Pasar CDO pun kolaps
meninggalkan para bank dengan pinjaman sebesar ratusan miliar US dolar, CDO,
dan real estate yang tidak lagi dapat mereka jual.
Beberapa pakar ekonomi sebenarnya
tidak tinggal diam dengan keadaan ini. Mereka mewujudkan keresahan mereka dalam
bentuk paper yang mempertanyakan resiko dari instrumen-instrumen investasi yang
telah disebutkan di atas. Salah satunya adalah Raghuram G. Rajan, Chief
Economist of the IMF, yang mempublikasikan paper berjudul “Has Financial
Development Making the World Riskier?” di Annual Jackson Hole Symposium, salah
satu konferensi paling elit antar banker sedunia. Pada tahun 2007, Alan Sloan
juga mempublikasikan artikel mengenai Goldman Sachs yang menjual CDO yang
terdiri dari mortgages yang sepertiganya mengalami gagal bayar.
2. Akibat dari Keserakahan dan
ketamakan
Goldman Sachs kemudian
mengasuransikan CDO-nya dengan credit default swaps dari AIG. Dan ketika
tersiar kabar bahwa AIG akan mengalami kebangkrutan, Goldman Sachs kembali
mengasuransikan dirinya atas kebangkrutan AIG tersebut sehingga ia tetap
mendapat keuntungan. Pada April 2010, para eksekutif Goldman Sachs dipaksa
untuk memberikan keterangan di depan kongres mengenai kesengajaan mereka untuk
menjual instrumen derivatif yang mereka sebut ‘sampah’ kepada publik.
Namun, ternyata bukan mereka sendiri
yang menjual ‘sampah’ kepada publik. Morgan Stanley, Merryll Lynch, J.P.
Morgan, dan Lehman Brothers juga meraup keuntungan yang sangat besar atas
transaksi-transaksi penjualan ‘sampah’ yang memiliki peringkat investasi AAA.
Hal ini juga menjadi simbol kebobrokan lembaga pemeringkat investasi di AS. Di
bawah imbalan yang sangat besar, mereka dengan mudahnya memberikan peringkat
‘aman’ pada investasi-investasi yang sebenarnya sama sekali ‘tidak aman.
Film
ini juga menunjukkan betapa para eksekutif begitu rakusnya memperkaya diri
mereka sendiri. Pesawat pribadi, penthouse di lokasi elit, dan wanita simpanan
dari tempat prostitusi kelas tinggi pun tak sanggup memuaskan nafsu mereka.
Para eksekutif ini terus melakukan tindakan yang merugikan dengan menjual
instrumen keuangan yang beresiko tinggi kepada publik. Mereka tidak peduli pada
nasib masyarakat yang harus membiayai kerugian negara dengan uang pajak selama mereka
masih bisa meraup bonus bernilai ratusan juta US dolar. Semakin besar kerugian
yang mereka timbulkan pada society, maka semakin besar pulalah keuntungan yang
dapat mereka ambil, dan mereka tidak akan pernah berhenti melakukannya.
3. Keteledoran
Tanpa regulasi yang mencukupi semua
teknologi industri keuangan yang makin canggih—yang hanya bisa dipahami oleh
para pekerja industri keuangan dan paling tidak mereka yang bergelar Ph.D di
bidang ekonomi—lembaga-lembaga keuangan besar semacam Citigroup, Bear Stearns,
Lehman Brothers dan Goldman Sachs bisa makin leluasa berjudi dengan bantuan
dari lembaga-lembaga rating credit semacam Standards & Poor, Moody
serta Fitch yang selalu siap memberi peringkat triple A, tidak peduli seberapa
busuk instrumen keuangan yang sedang diperdagangkan.
4.
Keberanian
Satu-satunya hal baru dari Inside
Job adalah keberanian sutradara untuk mengarahkan telunjuk kepada para
akademia, ilmuwan-ilmuwan ekonomi dari universitas terkemuka Ivy League Amerika
Serikat yang telah secara sadar menjadi bagian industri keuangan Wall Street
dengan menerima posisi sebagai direktur, komisaris, peneliti atau konsultan di
lembaga-lembaga semacam Goldman Sachs, Citigroup atau Standards &
Poor serta paling tidak melakukan penelitian dan memberi rekomendasi tentang
instrumen derivatives sebagai penyelamat ekonomi dunia, serta memberi angin
surga tentang stabilitas ekonomi dunia ketika sesungguhnya sudah ada di tepi
jurang.
Adapun manfaat dalam film ini ialah:
1. Menggambarkan kondisi krisis Amerika
pada tahun 2008
2. Menjelaskan tentang keterlibatan investor,
politisi, pekerja sex komersial, wartawan, lembaga keuangan dan akademisi dalam
perekonomian.
3.
Mengajak penonton unuk berani dan kritis dalam perubahan perekonomian.
4.
Menjelaskan kesalahan-kesalahan para investor, politisi, lembaga keuangan dan
akademisi dan dampak-dampak yang mereka
timbulkan
Komentar
Posting Komentar